JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua MPR RI Fadel Muhammad mengaku memang sulit mencari tokoh dengan semangat juang tinggi untuk kepentingan bangsa dan negara seperti di era perjuangan Kemerdekaan RI. Tapi, bukan berarti tidak ada tokoh. Hanya saja tokoh di daerah itu kurang dipromosikan oleh media ke tingkat nasional.
“Memang tidak mudah mencari tokoh yang semangat juangnya seperti dalam perjuangan kemerdekaan RI 1945. Terlebih untuk sosok yang akan dijadikan capres dalam kontestasi politik 2024. Ditambah lagi pemilu diwarnai money politics, dan sebaganya, sehingga makin sulit mencari sosok pahlawan saat ini,” kata anggota DPD RI dari dapil Gorontalo itu.
Hal itu disampaikan Fadel Muhammad dalam diskusi 4 Pilar MPR RI bertema: “Menebar Nilai Kepahlawanan dalam Kontestasi Politik Nasional ” bersama anggota MPR RI dari Fraksi Demokrat Herman Khaeron, pakar politik Brian Siti Zuhro di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, Senin (15/11/2021).
Lebih lanjut Fadel berharap media bisa mempromosikan tokoh-tokoh pejuang daerah yang bagus ke timgkat nasional. “Jadi, bukan tidak ada tokoh dan pejuang inspiratif dari daerah, melainkan hanya kurang dipromosikan oleh media. Mereka ini seolah dibatasi oleh politik yang ada,” ujarnya.
Menurut Fadel, seseorang bisa disebut pahlawan itu tentu yang memiliki nilai-nilai kepahlawanan dalam bekerja, berprestasi, berpengaruh, berkomitmen dan kosnsisten untuk memperjuangkan kepentingan bansga dan negara, menjadi panutan di daerah, dan merepresentasikan Indonesia. “Nah, tinggal media mengangkat, mempromisikan ke tingkat nasional,” tambahnya.
Herman Khaeron menilai jika mencari sosok pahlawan seperti era perjuangan kemerdekaan yang mencurahkan jiwa raga kepahlawanan dan dedikasinya untuk negara saat ini memang sulit. Termasuk jika presidential threshold (PT) untuk maju sebagai capres 2024 dimana partai politik tetap menetapkan PT 20 persen, itu tidak memiliki jiwa kepahlawanan, melainkan demi mempertahankan hegemoni dan oligarki politik.
Siti Zuhro meminta masyarakat tak terus-menrus dipaksa, didekte untuk memilih capres yang disodorkan oleh partai. Misalnya, tiba-tiba ada lembaga survei menyodorkan capres itu-itu saja, tanpa melalui proses yang mencerdaskan. “Masyarakat harus kritis, tak boleh ada distorsi seperti pemilu sebelumnya dimana hasil pemilu sudah diketahui sebelum pelaksanan pemilu itu selesai,” ungkapnya.
Sehingga harus ada proses seleksi yang mendidik masyarakat jika ingin memunculkan sosok dengan kriteria kepahlawanan. “Kita harus mencari capres yang benar-benar merepresantasikan kemajemukan Indonesia, memiliki leadership, berpihak pada negara, tegakkan NKRI, nasioanlisme, memahami Indonesia dan sebagainya. Jika tidak, kasihan negara ini karena akan tertinggal di Asia Pasifik,” jelas Siti Zuhro.
Menurut Siti Zuhro, jika tidak merepresentasikan Indonesia maka akan menimbulkan disharmoni, meraja lelanya oligarki dan politik transaksional. Jangan memainkan politik identitas. Itu konyol, karena bangsa ini terus-menerus diadu domba antar agama, dan atar suku. Jadi, mengelola Indonesia ini harus penuh kehati-hatian, antisipatif menyadari Indonesia ini bangsa yang besar, sehingga begitu ada masalah sudah menyiapkan solusinya,” jelas dia.