HOT ISU PAGI INI, MAHFUD MD BERCERITA PEPATAH TURKI SOAL BADUT ISTANA YANG DITERIMANYA DARI EKS PEJABAT TINGGI

oleh
oleh

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD (net)

Isu menarik pagi ini, mantan Menko Polhukam Mahfud MD mencuitkan pepatah Turki tentang badut di istana dalam akun X resminya, @mohmahfudmd, Kamis (6/6). Mahfud mengaku, pepatah itu diberikan oleh seorang temannya yang bekas pejabat tinggi. “Seorang teman mantan pejabat tinggi mengirim pepatah Turki ini kepada saya: ‘Kalau badut menghuni istana, dia bukannya jadi raja; melainkan istana lah yang menjadi panggung sirkus,” kata Mahfud dalam X resminya. Ia juga meminta penguntitan terhadap Jampidsus Kejagung Febrie Ardiansyah oleh anggota Densus 88 Antiteror Polri dibuka ke publik.

Isu menarik lainnya, usulan agar pemilihan presiden dikembalikan kepada MPR berbuntut panjang. Pasalnya, selain usulan itu ditolak partai-partai, Ketua MPR Bambang Soesatyo juga dilaporkan ke MKD DPR lantaran menyebut semua parpol setuju untuk melakukan amendemen terhadap UUD 1945. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono tidak menyangka publik begitu marah terhadap program Tapera yang disiapkan pemerintah. Basuki menyatakan program Tapera tak perlu terburu-buru dilaksanakan jika masyarakat belum siap menerimanya. Berikut isu selengkapnya.

 

1. Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mencuitkan pepatah Turki tentang badut di istana. Ia membagikan pepatah itu di akun X resminya, @mohmahfudmd, Kamis (6/6). Mahfud mengaku, pepatah itu diberikan oleh seorang temannya yang bekas pejabat tinggi. “Seorang teman mantan pejabat tinggi mengirim pepatah Turki ini kepada saya: ‘Kalau badut menghuni istana, dia bukannya jadi raja; melainkan istana lah yang menjadi panggung sirkus.’,” kata Mahfud dalam akun resminya.

Mahfud juga mengunggah foto berisi pepatah Turki itu dalam bahasa Inggris. Ia menjelaskan lebih lanjut maksud pepatah tersebut. “Dia tak menjelaskan apa pun dan hanya bilang, ‘Ini pepatah Turki’,” kata Mahfud dalam cuitan itu.

Sebelumnya, Mahfud juga melontarkan sindiran usai Mahkamah Agung (MA) mengubah syarat pencalonan kepala daerah. Putusan itu membuat putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, berpeluang mencalonkan diri. Mahfud menyebut putusan itu bukan hanya cacat etik, cacat moral, tapi juga cacat hukum. Dia mengaku mual membaca putusan itu.

Dia bertanya-tanya kenapa putusan MA justru membuat PKPU pencalonan kepala daerah bertentangan dengan UU Pilkada. Mahfud pun membandingkan kasus ini dengan pencalonan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, di Pilpres 2024. “Sehingga, timbul Mahkamah Kakak (MK), Mahkamah Anak (MA), Menangkan Kakak (MK), Menangkan Adik (MA), muncul berbagai istilah itu, itu konsekuensi, jadi bahan cemoohan di publik, sehingga kita pun malas lah mengomentari kayak gitu-gitu, biar nanti busuk sendiri, ini sudah busuk, cara berhukum kita ini sudah busuk sekarang,” kata Mahfud di kanal YouTube Mahfud MD Official, Selasa (4/6).

 

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menyebut, persoalan penguntitan terhadap Jampidsus Kejagung Febrie Ardiansyah oleh anggota Densus 88 Antiteror Polri, harus dibuka ke publik. Menurut dia, tidak bisa dua institusi penegak hukum, Polri dan Kejagung hanya menyebut persoalan penguntitan tersebut telah selesai di level internal. Mahfud mengatakan, kedua institusi tersebut harus menjelaskan kepada masyarakat apa yang sebenarnya terjadi.

Sebab, ini menyangkut keamanan dan ketentraman masyarakat juga. Instansi selevel Jampidsus saja bisa diperlakukan seperti itu. “Ini yang harus dijelaskan kepada masyarakat. Karena masyarakat ini kan harus diberi ketentraman. Kalau hal gini Kejaksaan Agung saja kena apalagi yang bukan Kejaksaan, ya kan? Orang akan berkata begitu,” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang yang dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Kamis (6/6).

Mahfud lantas menyinggung soal konvoi kendaraan ke Kejaksaan Agung yang disebut dalam rangka cipta kondisi, pengamanan dan sebagainya. Menurut Mahfud, jika memang terkait menjaga keamanan harusnya dilakukan setiap malam. Situasi tersebut, dikatakan Mahfud juga harus dijelaskan oleh pihak kepolisian mengingat tugasnya menjaga keamanan masyarakat. Mantan cawapres ini menyarankan agar oknum Densus 88 yang telah ditangkap dan diperiksa, dibawa ke hadapan publik agar diketahui siapa yang memerintahkan dan tujuannya apa. “Yang ditangkap ini saja munculkan, periksa, lalu munculkan keterangannya ke publik, saya ditugaskan oleh ini, untuk ini,” ujar Mahfud.

 

Mahfud MD lantas menceritakan pengalamannya berhadapan dengan friksi yang terjadi antara dua institusi penegak hukum, Kepolisian dan Kejagung terkait penanganan kasus hukum. Menurut Mahfud, banyak masalah yang terjadi antara dua penegak hukum itu sebelum kasus penguntitan terhadap Jampidsus Kejagung Febrie Ardiansyah oleh anggota Densus 88 Antiteror Polri. “Oh banyak, antara Polri dan Kejaksaan itu yang memang secara diam-diam mungkin harus dibuka juga ke publik,” kata Mahfud, Kamis (6/6). Dia lalu menceritakan dua kasus hukum yang cukup menyita perhatian publik, yakni pemulangan buronan terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Tjandra yang berhasil ditangkap di Malaysia dan kasus Nurhayati yang ditetapkan sebagai tersangka karena baru melaporkan dugaan korupsi kepala desanya setelah dua tahun.

Terkait proses pemulangan Djoko Tjandra, Mahfud membeberkan, pihak kejaksaan sempat dibuat bingung karena Polri tidak juga menyerahkan terpidana untuk dieksekusi padahal batas waktu penyerahan hampir habis. “Eksekusi itu kan harus diserahkan oleh Polri yang menjemput dari Malaysia ke Jakarta itu, harus diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk dieksekusi paling lama 24 jam begitu mendarat di Indonesia,” ujarnya. “Tahu ndak, (pemulangannya) pulang jam 11 malam, itu sampai jam 7 malam besok harinya belum diserahkan. Saya menyelesaikan lewat telepon terpaksa bicara dengan Idham Azis (Kapolri saat itu),” kata Mahfud melanjutkan.

Menurut Mahfud, Kejaksaan Agung terus menghubunginya karena Polri belum juga menyerahkan Djoko Tjandra untuk dieksekusi. Sehingga dirinya terpaksa turun tangan padahal sedang berada di Malang, Jawa Timur. Dia menceritakan melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon dengan Kapolri, Jaksa Agung hingga Bareskrim dari sore hingga malam hari, untuk memastikan proses eksekusi bisa segera dilakukan. Pasalnya, Djoko Tjandra akan dibebaskan jika dalam waktu 24 jam tidak langsung dieksekusi oleh jaksa. “Saya tidak tahu kenapa tidak diserahkan ke Kejaksaan Agung kan merasa dia bukan yang menangkap tapi dia wajib begitu tertangkap, wajib dimasukkan ke penjara. Sampai malam baru diserahkan dengan berbagai kesepakatan apa, teknis bagaimana,” ujar Mahfud. Akhirnya, Djoko Tjandra diserahkan ke Kejaksaan Agung meskipun waktunya sangat mepet dengan batas waktu eksekusi.

 

Mahfud MD menyebutkan, persoalan penguntitan terhadap Jampidsus Kejagung Febrie Ardiansyah oleh anggota Densus 88 Antiteror Polri membuktikan, friksi antarinstitusi penegak hukum itu masih terjadi sampai saat ini. Mahfud menyebut, friksi antara institusi penegakan hukum telah terjadi sejak lama. Bahkan, dia sempat menyebut istilah “Cicak versus Buaya” yang terjadi pada tahun 2009 antara Polri dan KPK. “Polisi dengan Kejaksaan, Polisi dengan KPK waktu itu betul-betul berhadap-hadapan. Dan ternyata sekarang belum hilang rasanya kalau kita lihat kasus Jampidsus dikuntit,” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang yang dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Kamis (6/6).

Dia lantas menceritakan, contoh friksi atau kurangnya koordinasi yang terjadi antara Polri dan Kejaksaan Agung dalam kasus Nurhayati yang ditetapkan sebagai tersangka karena baru setelah dua tahun melaporkan adanya dugaan penyimpangan anggaran oleh kepala desanya. Menurut Mahfud, Nurhayati tidak bersalah karena tidak memiliki mens rea atau niat jahat melakukan korupsi. Dia baru melapor setelah dua tahun karena dulu berada di lingkaran kekuasaan itu lantaran bekerja sebagai bendahara. “Saya teriak waktu itu, itu ndak benar dong, secara substansi mens reanya apa,” ujarnya. Oleh karena itu, dia meminta agar Kejagung membebaskan Nurhayati.

Tetapi, ditolak dengan alasan sudah menerima pelimpahan berkas perkara dari Kepolisian dan sudah dinyatakan lengkap. Kemudian, Mahfud sebagai Menko Polhukam, berbicara kepada Kepolisian agar Nurhayati dibebaskan. Tetapi, Kepolisian menolak karena penetapan tersangkanya disebut atas permintaan jaksa penuntut umum dalam proses persidangan. “Akhirnya saya teleponan dari jam 10 sampai jam 4 sore baru malamnya lepas. Nah sepertinya kurang koordinasi. Itu contoh kecil. Maksud saya, memang ada masalah,” katanya.

Menurut Mahfud, friksi antarpenegak hukum memang terjadi sejak dulu dan bukan cerita baru lagi. Namun, dalam kasus penguntitan Jampidsus yang belum lama terjadi, Mahfud meminta Polri dan Kejaksaan menjelaskan kepada masyarakat apa yang sebenarnya terjadi. Menurut dia, tidak bisa hanya disebut telah diselesaikan secara internal. Sebab, ini menyangkut keamanan dan ketentraman masyarakat juga lantaran selevel Jampidsus saja bisa diperlakukan seperti itu. “Ini yang harus dijelaskan kepada masyarakat. Karena masyarakat ini kan harus diberi ketentraman. Kalau hal gini Kejaksaan Agung saja kena, apalagi yang bukan Kejaksaan Agung ya kan. Orang akan berkata begitu,” ujarnya menegaskan.

2. Kejagung RI menyerahkan pengungkapan motif penguntitan Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah kepada Polri. Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan pihaknya telah melaporkan kasus itu ke Polri. “Kalau itu kami sepenuhnya menyerahkan kepada penyidik kepolisian, kepada Paminal (Pengamanan Internal) Polri,” kata Ketut kepada wartawan, Kamis (6/6). “Tanyakan saja kelanjutannya seperti apa, motifnya seperti apa, siapa (yang) ada di belakangnya. Kami serahkan kepada mereka,” imbuh Ketut. Ia menambahkan, Kejagung sudah tidak mau ikut campur lagi dengan kasus penguntitan yang dilakukan anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror itu. “Penanganannya kami serahkan ke Polri. Kami tidak ikut campur lagi,” kata Ketut.

 

Kejagung mengungkap identitas pemilik drone liar yang ditembak jatuh usai melintas di area gedung utama, Rabu (5/6) malam. “Drone yang diamankan merupakan milik komunitas penerbang drone yang dikendalikan dari area sekitar Taman Literasi Blok M,” kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana kepada wartawan, Kamis (6/6). Ketut memastikan dari hasil pendalaman yang dilakukan, drone yang melintas di area gedung utama itu tidak ditujukan untuk memata-matai seperti yang beredar di media sosial. “Apalagi dikaitkan dengan upaya intervensi terhadap salah satu perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung,” ujarnya.

“Dengan demikian, dapat disampaikan bahwa tidak benar jika drone tersebut melintas untuk memata-matai dan dikendalikan oleh pihak atau instansi mana pun yang berkepentingan, apalagi dikaitkan dengan upaya intervensi terhadap salah satu perkara yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung,” kata Ketut lagi.

Ketut menjelaskan peristiwa melintasnya drone liar sudah terjadi berulang kali dan belum ada yang membahayakan. Ia memastikan peristiwa tersebut merupakan hal yang lumrah dan sudah beberapa kali terjadi. “Drone itu banyak berseliweran di Jakarta. Di tempat kami itu bukan kali ini aja kejadian drone. Sebelumnya juga pernah ada drone,” katanya.

 

3. Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR oleh mahasiswa Islam Jakarta bernama Azhari. Gara-garanya, Bamsoet menyebut semua parpol setuju untuk melakukan amendemen terhadap UUD 1945. Azhari mengatakan, Bamsoet tidak dalam kapasitas untuk menyampaikan hal tersebut ke hadapan publik. Ia menilai, belum ada kesepakatan dari 9 fraksi di DPR terkait amendemen UUD 1945. Azhari menyerahkan langsung laporan tersebut kepada Wakil Ketua MKD DPR Nazaruddin Dek Gam di ruang MKD DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (6/6).

“Dia itu bukan pada kapasitasnya menyatakan hal tersebut. Karena kan yang saya baca juga di media online belum ada rapat-rapat fraksi sebagaimana mestinya kayak gitu,” ujar Azhari seraya menjelaskan, laporan yang dia buat ditujukan langsung ke Bamsoet selaku Ketua MPR. Dia menduga Bamsoet melanggar kode etik karena menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai kapasitasnya.

Wakil Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam mengatakan pihaknya menerima laporan itu, namun demikian, MKD perlu lakukan verifikasi terlebih dahulu. “Ya pasti kami akan menindaklanjuti laporannya, dari Azhari ini mungkin hari Senin kami atau besok kami akan memproses laporan ini. Kita verifikasi dulu, bener nggak alamatnya, alamat pelapornya sesuai dengan KTP atau tidak, kalau sudah benar pasti akan kita panggil,” ujarnya.

 

Sebelumnya Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet menyebutkan, proses amendemen UUD 1945 tinggal menunggu persetujuan semua partai politik di parlemen. Menurutnya, MPR sudah menyiapkan karpet merah hingga aturan peralihan untuk memuluskan amendemen. “Kami ingin menegaskan kalau seluruh parpol setuju untuk melakukan amendemen penyempurnaan UUD 1945 yang ada, termasuk penataan kembali sistem politik dan sistem demokrasi kita, kami di MPR siap untuk melakukan amendemen,” kata Bamsoet di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, kemarin. “Siap untuk melakukan perubahan karena kita sudah punya SOP-nya, kita sudah siapkan karpet merahnya, termasuk juga siap dengan aturan peralihan,” lanjut Bamsoet.

 

4. Penolakan partai-partai. DPP PDI-P menolak wacana amendemen UUD 1945 untuk mengembalikan pemilihan presiden lewat MPR. Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto mengungkap amanat Ketua Umumnya, Megawati Soekarnoputri yang menegaskan pemilu dilaksanakan secara langsung. “Dalam pidato pembukaan Rakernas ke-V Ibu Megawati sudah menegaskan bahwa ketika pemilu dilaksanakan secara langsung, dan kedaulatan rakyat itu dikembalikan dengan susah payah,” ujar Hasto di Sekolah Partai, Kamis (6/6).

Ia tak menampik berbagai praktik penyalahgunaan demokrasi selama pemilu dan pilpres lalu. Namun, solusi mengatasi masalah itu bukan dengan mencabut kedaulatan rakyat. “Tetapi solusinya bukan dengan mencabut kedaulatan rakyat itu, tapi melakukan pembenahan-pembenahan, maka itulah yang dipersoalkan oleh PDI Perjuangan,” jelasnya. Masalahnya, kata Hasto, ketika ia mengkritik masalah tersebut, justru dianggap menyebarkan berita bohong.

Menurutnya wacana untuk mengamandemen UUD perlu dikaji ulang, serta kembali melihat sejarah kelahiran Republik Indonesia dan sistem demokrasi yang dianut. “Sehingga jangan tergesa-gesa mengambil suatu keputusan. Jadi tesa, antitesa harus connect, dan harus sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh para pendiri bangsa kita,” katanya.

 

Wakil Ketua MPR dari Partai Demokrat, Syarief Hasan mengatakan pembahasan soal perubahan sistem pemilu presiden belum dilakukan. Pernyataan ini berbeda dengan statemen Ketua MPR Bambang Soesatyo yang mengatakan MPR membuka peluang untuk mengamendemen UUD 1945, termasuk membuat pilpres tak lagi dilakukan langsung oleh rakyat tapi dipilih oleh MPR. “Ya tidak mengarah ke pilpres sebenarnya, yang benar itu adalah kita akan melakukan evaluasi tentang Pileg dan Pilkada. Bagaimana caranya yang terbaik supaya tidak seperti tahun 2024 ini,” ujar Syarief, Kamis (6/6).

Meski begitu, Syarief tak menampik diskusi di internal MPR bakal merambat pada sistem pemilihan presiden. Ia menekankan hal itu belum menjadi konsentrasi MPR saat ini. Diskusinya baru , terbatas pada penyelenggaraan pileg dan pilkada yang menimbulkan banyak keresahan. “Kita akan melakukan evaluasi apakah itu memang sudah cocok dengan kultur dan suasana Indonesia, rakyat Indonesia sekarang ini. (Keresahannya) ya termasuk money politics itu,” kata Syarief.

Ia juga mengklaim tak ada pembahasan antara pimpinan MPR dengan mantan Presiden SBY terkait perubahan mekanisme pilpres. Dijelaskaan, para pimpinan MPR memang sempat bertemu dengan SBY di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, pada 25 Mei 2024 lalu, tapi tidak membicarakan masalah itu.

 

Waketum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, ide mengembalikan pemilihan presiden kepada MPR harus mempertimbangkan aspirasi publik. Habiburokhman mengatakan, sebelum mengambil keputusan, harus dilihat terlebih dahulu apakah masyarakat sudah lelah atau senang dengan sistem pemilihan presiden secara langsung yang berlaku saat ini. “Kita harus perhatikan, ini yang paling penting ya, aspirasi publik. Pendapat masyarakat tuh seperti apa soal pemilihan umum presiden dan wakil presiden ini? Apakah sudah capek dengan gaya pilpres yang sangat melelahkan seperti 3 pemilu terakhir? Atau memang tetap happy masyarakatnya?” ujar Habiburokhman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6).

Habiburokhman menjelaskan, dari sudut pandang politikus, pilpres yang dipilih langsung oleh rakyat tentu sangat melelahkan. Baca juga: Putar Balik Amien Rais: Dari Usulkan Pilpres Langsung, Kini Dukung Dikembalikan ke MPR Hanya saja, ia menekankan bahwa politikus tidak boleh membuat keputusan hanya berdasarkan kepentingan dan situasi mereka semata. “Harus melihat aspirasi publik, aspirasi masyarakat seperti apa. Apakah nanti mereka merasa haknya diambil kan. Kan tidak bisa juga kita sewenang-wenang seperti itu,” tuturnya.

 

Partai Nasdem menolak usulan Ketua MPR Bambang Soesatyo untuk mengamendemen Undang-Undang Dasar 1945 agar pemilihan presiden diserahkan ke MPR, bukan pemilihan langsung oleh rakyat. Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, usuanl tersebut merupakan langkah mundur dari perjuangan reformasi dan demokrasi. “Ini kan yang dulu kita tolak, ini kan ramai-ramai (kita tolak) dengan spiritnya demokratik,” ujar Willy di Nasdem Tower, Jakarta, Kamis (6/6).

Willy mengakui, tidak ada sistem yang sempurna, termasuk demokrasi yang berlaku di Indonesia saat ini yang disebut brutal oleh Bambang. Akan tetapi, ia menekankan bahwa kekurangan itu semestinya dievaluasi dan dibenahi, bukan malah diganti dan menjadi kemunduran. “Demokrasinya yang sekarang seperti apa? Ternyata yang sekarang brutalitasnya ya semua orang ternyata gamang begitu, sopir-sopirnya pada gamang,” kata Willy “Tapi, kegamangan ini kemudian tidak harus set back begitu, enggak,” imbuhnya.

 

Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah mengatakan, jika pemilihan presiden diserahkan ke MPR RI maka sistem yang digunakan haruslah seperti sistem electoral college yang digunakan oleh Amerika Serikat (AS). Jika menggunakan sistem ini, seorang calon presiden belum tentu bisa menang meski meraih perolehan suara terbesar dari rakyat. “Kalau dipilih oleh MPR, maka pemilihan presiden harus berbasis kepada sistem distrik yang mendekati sistem electoral college seperti yang ada di Amerika Serikat. Tapi sekali lagi pembenahannya harus terintegrasi tidak boleh tambal sulam,” ujar Fahri, Kamis (6/6).

Menurut Fahri, dalam Pemilu 2024, yang paling sedikit bermasalah ialah kontestasi pilpres. Dia menyebut, masalah dalam pilpres di Indonesia adalah ambang batas presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen. Ambang batas ini membuat seseorang tidak bisa sembarangan mencalonkan diri sebagai presiden, harus mencari koalisi untuk mencapai kekuatan 20 persen tersebut. “Sistem threshold 20 persen menghambat proses seleksi yang lebih luas kepada kandidat dengan berbagai latar belakang serta mengakibatkan muncul koalisi yang tidak jelas,” tutur dia.  Fahri lantas mengusulkan agar pilpres ke depannya didesain dua putaran, sebagaimana amanat daripada UUD 1945.

 

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mempertanyakan urgensi dilakukannya amendemen UUD 1945. Jubir PSI Sigit Widodo menyampaikan, partainya tak melihat adanya suatu persoalan yang mengharuskan dilakukannya perbaikan dasar hukum tertinggi di Indonesia itu. “PSI belum pernah membahas soal amendemen UUD 1945. Tapi kami tidak melihat ada urgensi melakukan amandemen saat ini,” ujar Sigit, Kamis (6/6). PSI tak mengamini pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo yang merasa yakin para pimpinan parpol akan sepakat untuk mengamandemen UUD 1945. Menurut Sigit, persoalan apa pun mengenai ketatanegaraan yang ada saat ini masih bisa diperbaiki tanpa perlu mengutak-atik UUD 1945. “Perbaikan ketatanegaraan masih bisa dilakukan di level Undang-undang tanpa harus mengubah Undang-Undang Dasar,” kata Sigit.

 

5. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono tak menyangka publik begitu marah terhadap program Tapera yang disiapkan pemerintah. Karena itu, Basuki menyatakan program ini tak perlu terburu-buru dilaksanakan jika Masyarakat belum siap menerima. Basuki lalu menerangkan bahwa pemerintah hingga saat ini telah mengucurkan dana sebesar Rp 105 triliun untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang bersumber dari APBN. Sementara, dana dari iuran Tapera membutuhkan waktu 10 tahun hanya untuk mengumpulkan anggaran sebesar Rp 50 triliun.

‘’Menurut saya pribadi kalau emang ini belum siap kenapa kita harus tergesa-gesa? Harus diketahui APBN sampai sekarang ini sudah Rp 105 triliun dikucurkan untuk FLPP untuk subsidi bunga,” ucap Basuki kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6). “Sedangkan kalau untuk Tapera ini mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp 50 triliun. Jadi effort-nya dengan kemarahan ini saya pikir saya nyesel betul. Saya enggak ngelegewo lah (enggak menyangka),” tandasnya.

Basuki juga menjelaskan, aturan mengenai iuran Tapera sebetulnya sudah disiapkan sejak 2016. Namun, kebijakan itu baru bisa diterapkan pada 2027. Itu pun dengan status “diundur”. Faktor mengapa akhirnya pemerintah membuka opsi kebijakan iuran Tapera diundur hingga 2027 karena untuk membangun kepercayaan masyarakat. “Sebetulnya itu kan dari 2016 undang-undangnya. Kemudian, kami dengan Bu Menteri Keuangan agar dipupuk dulu kredibilitasnya. Ini masalah trust, sehingga kita undur ini sudah sampai 2027,” katanya. ‘’Pemerintah siap menerima masukan, misalnya dari DPR RI, apabila diminta agar program iuran Tapera diundur,’’ tambahnya.

 

Sedangkan Presiden terpilih Prabowo Subianto akan mempelajari program Tapera yang mendapat penolakan dari masyarakat. Prabowo berupaya untuk mencarikan solusi terbaik bagi masyarakat. “Kita akan pelajari dan kita akan cari solusi yang terbaik,” kata Prabowo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/6).

Prabowo tak menjawab saat ditanya apakah pemerintahannya akan melaksanakan program Tapera yang dijadwalkan dimulai pada 2027 itu.
Pemerintah Presiden Jokowi mewajibkan seluruh pekerja ikut program Tapera. Para pengusaha diminta mendaftarkan para pekerja mereka menjadi peserta Tapera paling lambat Mei 2027. Sebagai konsekuensi itu, pekerja harus membayar iuran sebesar 2,5 persen dari gaji dan 0,5 persennya lagi ditanggung oleh Perusahaan.

 

Ekonom senior Indef Faisal Basri mengatakan, program Tapera yang diinisiasi pemerintah wajib dibatalkan. “Ini (Tapera) wajib dibatalkan,” kata Faisal saat ditemui di Kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (6/6). Faisal mengatakan, iuran Tapera sangat aneh lantaran bersifat wajib bagi semua pekerja. Ia menuturkan, pekerja yang sudah memiliki rumah pun wajib ikut dan mengiur Tapera padahal tidak akan mendapatkan manfaat dari program tersebut.

Faisal menjelaskan, konsep iuran Tapera tak bisa disamakan dengan iuran kesehatan seperti halnya BPJS Kesehatan yang bersifat solidaritas. “Yang punya rumah lima juga ikut Tapera, itu kan aneh. Ini berbeda dengan kesehatan, kesehatan memang ada unsur solidaritas. Jadi kita sama-sama iuran, saya tidak sakit ya saya enggak bisa manfaatnya, tapi saya ikhlas buat orang-orang yang sakit, (kalau) rumah (Tapera) enggak bisa prinsipnya kayak gitu, harus lewat mekanisme tertentu,” ujarnya.

Faisal menilai iuran Tapera sebesar 2,5 persen sangat membebani pekerja dan lima kali lipat lebih besar dari korporasi. Ia memprediksi, program iuran Tapera akan sia-sia apabila pemerintah tidak mengatur harga tanah yang setiap tahun terus meroket. “Jadi Tapera tidak ada gunanya atau kurang berguna kalau tidak diatur harga tanahnya, caranya gimana? Lewat bank tanah, tanah untuk public housing bukan diberikan untuk investor,” kata dia.

 

6. Sekjen PDI-P, Hasto Kristiyanto siap memenuhi panggilan KPK terkait buronan Harun Masiku, Senin (10/6) pekan depan. Kesiapan itu disampaikannya ketika menjadi pembicara diskusi di hadapan ratusan kader dan simpatisan PDI-P saat memperingati perayaan Bulan Bung Karno di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6/6). “Diundang ke KPK juga datang. Cukup didampingi penasihat hukum,” kata Hasto.

Namun Hasto mengaku belum menerima surat pemanggilan dari KPK terkait pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus suap Harun Masiku. Kendati begitu, Hasto memastikan akan memenuhi panggilan tersebut bila KPK telah menjadwalkan pemeriksaan pekan depan. “Belum [terima surat panggilan]. Kalau dapat informasi dari media ya nanti, Senin saya kosongin untuk hadir di panggilan itu,” kata Hastolagi.

Hasto berkelakar lembaga antirasuah adalah lembaga yang dibentuk Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri saat masih menjadi presiden. Hasto mengaku akan kualat jika tak memenuhi panggilan itu. Ia kembali menyatakan siap memenuhi panggilan tersebut. “Kan, KPK yang dirikan Bu Mega, nanti kalau saya enggak datang bisa kualat. Makanya, datang. Kalau perlu sebelum undangan datang, kita siap datang,” kata Hasto.

Sementara itu KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Hasto sebagai saksi dalam kasus dugaan suap yang menjerat mantan calon legislatif PDIP Harun Masiku pada Senin, 10 Juni 2024. KPK berharap Hasto kooperatif memenuhi panggilan penyidik tersebut. “Yang bersangkutan [Hasto Kristiyanto] dipanggil sebagai saksi untuk hadir di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 10 Juni 2024 pukul 10.00 WIB,” ujar Jubir KPK Ali Fikri melalui pesan tertulis, Kamis (6/6).

 

Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tertawa mendengar Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dipanggil Polda Metro Jaya, beberapa hari lalu. Hal ini diungkapkan Hasto di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Kamis (6/6). Hasto menyebutkan, momen itu terjadi ketika dirinya menjemput Megawati setiba dari Bali. “Kemarin habis dari Bali saya jemput Ibu. Ibu turun langsung tertawa ‘Eh, To, kamu rasakan seperti saya waktu zaman Orde Baru dipanggil polisi,” kata Hasto saat menjadi pembicara dalam diskusi hari lahir Bung Karno. “Wah, belum ada apa-apanya Bu yang saya lakukan. Saya bilang seperti itu ke Ibu (Megawati),” lanjut Hasto.

Ia mengeklaim apa yang dikatakannya selama ini adalah tentang kebenaran. Maka dari itu, Hasto terus menguatkan keyakinannya akan kebenaran itu. Ia kemudian cerita tentang perjuangan Presiden Pertama RI sekaligus Proklamator Kemerdekaan RI, Soekarno atau Bung Karno, ketika berhadapan dengan hukum kolonial. “Bayangkan perjuangan seorang Bung Karno. Jadi kalau saya diintimidasi kayak gitu, masih kecil dibanding perjuangan Bung Karno dan Bu Mega,” tutur dia. Oleh karena itu, semua masalah ini dia hadapi seorang diri tanpa membawa jajaran partai.

 

7. Wakil Ketua Alexander Marwata setuju jika UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK direvisi secara menyeluruh. “Saya setuju direvisi total. Bagian atau pasal mana? Banyak,” kata Alex, Kamis (6/6). Alex mengatakan, UU KPK harus mencerminkan semangat pemberantasan korupsi, terutama dari pimpinan tertinggi negara ini. Ia menyebutkan, jika presiden tidak memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi, revisi UU KPK hanya sekadar tambal sulam. Mantan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) itu meminta pemerintah mencontoh bagaimana Singapura dan Hong Kong yang berhasil menekan korupsi.

“Di kedua negara tersebut hanya ada satu lembaga atau badan yang diberi otoritas atau kewenangan melakukan pemberantasan korupsi,” ujar Alex. Singapura memiliki lembaga pemberantasan korupsi bernama Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) sedangkan Hongkong memiliki Independent Commission Against Corruption (ICAC) yang memberantas korupsi. Alex menuturkan, semua pemberantasan korupsi dilakukan oleh CPIB dan ICAC di negara mereka masing-masing. “CPIB dan ICAC secara konsisten mendapat dukungan penuh dari pemerintahan yang berkuasa,” kata Alex.

Sekjen PDI-P Hasto Kritiyanto menyatakan, partainya bakal mendorong revisi UU KPK karena korupsi, kolusi, dan nepotisme semakin merajalela. “Ya sebagai suatu sebagai konsep, ide sampai sekarang kita melihat nepotisme, korupsi, kolusi justru semakin merajalela. Maka sebagai sebuah ide dan gagasan itu sangat membumi dan juga sangat visioner,” kata Hasto di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6/6). Hasto mengatakan, UU KPK perlu kembali direvisi demi memperkuat lembaga antirasuah tersebut

Salah satu poin yang akan diusulkan oleh PDI-P adalah menetapkan KPK sebagai lembaga yang permanen. “Sehingga tidak lagi sifatnya komisi yang semi permanen jadi komisi, tapi sifatnya justru kelembagaan yang permanen, itu gagasan dari Ibu Mega,” katanya. Hasto mengatakan, partainya menaruh perhatian terhadap problem KKN di Indonesia yang dianggap sudah luar biasa. Menurut dia, hal itu menjadi alasan PDI-P memilih Mahfud MD yang berpengalaman di dunia hukum untuk menjadi calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden 2024 lalu. “Yang dilihat kan konsepsi dari Prof Mahfud di dalam mengejar problema kita tentang nepotisme, tentang korupsi tentang kolusi, di mana korupsi itu sudah luar biasa,” ujar dia.

 

8. Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai, putusan MA yang mengubah aturan terkait syarat usia calon kepala daerah justru memberikan ketidakpastian hukum. Feri menepis anggapan yang menyebut putusan MA itu memberikan kepastian hukum mengenai pencalonan kepala daerah. “Kalau dibilang ini tidak berkepastian hukum, tidak pastinya di mana? Malah putusan ini yang tidak pasti karena mengubah sesuatu,” kata , kemarin.

Menurut Feri, ketentuan soal usia calon kepala daerah di Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2020 (PKPU 9/2020) sesungguhnya sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. “Jadi tidak perlu lagi tafsir bahwa ini syarat mencalonkan,” kata Feri. Namun, MA justru menghapus dan menambahkan frasa baru dalam ketentuan yang sudah jelas, bahwa usia 30 tahun dimaksud bukan ketika mencalonkan diri melainkan saat dilantik.

Padahal, di lembaga manapun syarat minimal usia seseorang berlaku ketika mereka mencalonkan diri untuk menduduki jabatan tertentu, bukan saat dilantik. Feri tidak memungkri putusan itu membukakan jalan bagi putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep, untuk maju sebagai calon gubernur atau wakil gubernur.

 

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengingatkan, ada doktrin hukum Purcell Principle yang melarang institusi apapun mengubah aturan menjelang tahapan pemilu berlangsung. “Tidak boleh institusi apapun termasuk pengadilan mengubah aturan kepemiluan menjelang pemilu itu terjadi, jadi menjelang saja tidak boleh, apalagi saat tahapan,” kata Feri.

Feri mengatakan, doktrin itu berangkat dari pertarungan Purcell melawan Gonzalez di Amerika Serikat pada 2006 lalu yang diwarnai perubahan aturan menjelang pemilu dan dianggap sebagai sebuah kecurangan. Dalam konteks Pilkada serentak 2024, Feri menyebutkan, tahapan pilkada sudah dimulai, yakni pendaftaran calon independen. Ia mengatakan, perubahan aturan yang diputuskan MA tentu tidak adil karena menguntungkan pihak tertentu.

“Kenapa (perubahan aturan jelang pemilihan) dilarang? Karena pasti tidak fair,” ujarnya. Feri mengatakan, di seluruh dunia, syarat batas minimal usia berlaku ketika peserta pemilihan umum mendaftarkan diri, bukan ketika mereka dilantik. Oleh karena itu, ia menilai, putusan MA merupakan bentuk kecurangan pemilu karena memanipulasi hukum. “Itulah yang terlihat hari ini, ada manipulasi-manipulasi,” kata Feri.

 

Mantan Menko Polhukam Mahfud MD masih memiliki harapan terhadap rusaknya tatanan hukum yang terjadi saat ini bakal diperbaiki oleh pemerintahan mendatang. Mahfud menekankan, penegakan hukum yang benar bakal memberikan dampak positif bagi jalannya pemerintahan. “Saya masih punya harapan, mudah-mudahan nanti kalau sudah dilantik Pak Prabowo melakukan perubahan-perubahan yang bagus. Karena itu akan membantu bagi pemerintah, akan membantu Pak Prabowo kalau hukum ditegakkan dengan benar,” kata Mahfud dalam podcast Terus Terang yang dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, kemarin. Namun, Mahfud mengingatkan, hukum rimba bakal berlaku jika pemerintahan mendatang tidak memperbaiki proses penegakan hukum di Tanah Air. “Untuk memperbaiki, kita berharap bisa memulai dengan itu. Kalau ndak, ya rusak ke depan. Akhirnya menjadi negara hukum rimba ya,” ujar Mahfud.

 

9. PAN menutup pintu bagi PDI-P yang ingin mengajukan kadernya menjadi calon wakil gubernur Jawa Timur pada Pilkada 2024 mendampingi Khofifah Indar Parawansa. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, PAN sudah sepakat dan memberikan surat rekomendasi kepada Khofifah dan Emil Dardak untuk menjadi pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur pada Pilkada 2024. “Ya (Pilkada) Jawa Timur kami sepenuhnya menyerahkan sama Bu Khofifah, karena kita mendukung Bu Khofifah, ya terserah Bu Khofifah siapa wakilnya,” ujar Zulhas di rumah dinasnya, Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selayan, Kamis (6/6).

Zulhas menyebutkan, tidak mungkin segala permintaan diakomodasi karena PAN sudah merekomendasikan pasangan Khofifah Emil. “Kalau semua minta kan kita jadi repot,” kata mantan ketua MPR tersebut. Zulhas mengatakan, duet Khofifah-Emil merupakan keinginan Khofifah yang kemudian diakomodasi oleh PAN. “Nah Ibu Khofifah sudah memutuskan, meminta kepada kita,’Kami jalan dengan pasangan tetap,’” kata Zulhas. “Nah ya sudah karena pasangan tetap, ya kita persilahkan. Jadi, Khofifah dengan Emil Dardak,” imbuhnya.

 

10. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan alias Zulhas buka kemungkinan kereta tanpa rel di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ada setelah pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto selesai. “Kita lihat nanti sudah ada kereta yang tidak ada relnya. Ini enggak lama lagi nih. Mungkin selesai Pak Prabowo kita sudah punya di ibu kota baru, kereta enggak ada relnya, enggak ada sopirnya. Tiga gerbong,” ujarnya di rumah dinas Widya Candra, Jakarta, Kamis (6/6) malam.

Sama seperti kereta cepat Whoosh, Zulhas mengatakan Indonesia bakal menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki kereta tanpa rel alias autonomous rail transit (ART). Oleh karena itu, menurutnya, masyarakat Indonesia harus bangga atas pencapaian tersebut. “Kereta cepat aja ASEAN enggak ada yang punya tapi kita enggak bangga. Apa itu, selalu. Amerika aja kalau dari New York ke Boston keretanya jegleg-jegleg. Kita baru duduk Whoosh udah sampai. Itu mestinya ada kebanggaan,” ucapnya.

 

11. Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya mengatakan pihaknya sudah mengajukan izin pengelolaan lahan tambang kepada pemerintah. “Kami memang sudah mengajukan begitu pemerintah mengeluarkan revisi PP No 96 tahun 2021 yang memungkinkan untuk ormas keagamaan mendapatkan konsesi tambang, kami juga kemudian mengajukan permohonan,” kata Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta, Kamis (6/9).

Gus Yahya mengaku belum tahu lokasi tambang yang diberikan oleh pemerintah. Ia memastikan bakal menolak jika diberi lahan milik masyarakat atau bersinggungan dengan masyarakat adat. “Kalau kan NU dikasih tempat konsesi di tengah permukiman ya tentu saja kita ndak akan mau. Atau dikasih konsesi yang di situ ada klaim hak ulayat misalnya ya tentu tidak bisa, kita tidak mau lah. Kita lihat dulu di mana tempatnya kan,” ujarnya. Gus Yahya mengatakan pihaknya membutuhkan segala sesuatu yang halal sebagai salah satu sumber pendapatan untuk pembiayaan organisasi.

 

12. Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) menolak privilese mengelola tambang yang diberikan Presiden Jokowi kepada ormas keagamaan. Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI Marthen Jenarut mengatakan gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan sesuai prinsip berkelanjutan. “Di mana pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan hidup masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Karena itu, KWI sepertinya tidak berminat untuk mengambil tawaran tersebut,” kata Marthen melalui keterangan tertulis, Rabu (5/6).

Marthen mengatakan KWI berdiri pada 1927 sebagai lembaga keagamaan. Peran KWI hanya berkaitan dengan tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan), liturgi (ibadat), martyria (semangat kenabian). Dengan begitu, KWI akan tetap konsisten sebagai lembaga keagamaan yang melakukan pewartaan dan pelayanan. Mereka ingin mewujudkan tata kehidupan bersama yang bermartabat.

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) juga menolak jatah Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dari pemerintah setelah masuk dalam daftar salah satu organisasi keagamaan yang mendapatkan izin pertambangan. “Tidak ada pembicaraan soal penawaran pemerintah dalam pengelolaan tambang dengan PMKRI selama ini. Kalau pun ada penawaran, PMKRI pasti menolak,” kata Ketua Presidium PP PMKRI, Tri Natalia Urada dalam keterangan tertulisnya, kemarin. (HPS)