TIBA-tiba kita di kejutkan sekaligus bangga mendengar pidato Presiden Jokowi dalam Sidang Kabinet 18 Juni 2020. Beliau mengingatkan keras menteri menteri kabinetnya bahwa karena Pandemi Covid-19 ekonomi dunia krisis. Pertumbuhan ekonomi dunia 2020 bisa minus 7%. Ekonomi Indonesia juga krisis dan kemungkinan besar minus atau kontraksi. Presiden minta kabinetnya bekerja extra keras karena keadaan tidak biasa, tidak normal.
Jangan biasa biasa saja. Maklum pejabat pejabat Indonesia biasanya menutu-nutupinya dan mengklaim telah berbuat sebagaimana seharusnya dan on the right track. Padahal tidak ada langkah nyata luar biasa yang dibuatnya. Seakan akan semuanya normal normal saja, tidak ada masalah besar apalagi krisis. Menganggap semuanya Ok, no problem.
Dalam kenyataannya, keadaan sudah krisis berat. Dalam pengarahannya Presiden Jokowi menegaskan tidak akan segan segan mengambil langkah apapun termasuk reshuffle kabinet dan membubarkan lembaga lembaga yang menghambat ataupun berkinerja buruk.
Sejujurnya memang ada lembaga-lembaga yang kinerjanya justru buruk sekali dan hanya menghambat bekerjanya perekonomian. Presiden juga menegaskan tidak ragu untuk menerbitkan peraturan perundang-undangan apapun yang diperlukan. Kini tinggal realisasinya ditangan para pejabatnya.
Meskipun baru dirilis 10 hari kemudian (28 Juni), Pidato beliau di apresiasi banyak kalangan. Memberikan harapan ditengah keputus-asaan. Kami kira para ekonom sangat sependapat dan sejujurnya sudah lama berpikiran sama dengan Presiden. Kabinet kerja harus sungguh sungguh bekerja, dan maaf, bukan bersantai, berpesta.
Pada hemat kami, Indonesia sudah memasuki krisis ekonomi multidimensi. Sektor riil dan keuangan, APBN (keuangan negara), dan sektor perbankan bermasalah serius.