JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskamdar (Gus Muhaimin) mendesak Menteri KP (Kelautan dan Perikanan) Sakti Wahyu Trenggono mencabut PP No.85 tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. PNBP itu sangat memberatkan nelayan dan pengusaha perikanan. Bahkan PP itu mengancam nasib nelayan dan pengusaha kapal kecil bangkrut dan tidak bisa beroperasi.
“DPR mendesak Menteri KP segera memcabut PP No.85 itu karena terbukti sangat memberatkan nelayan dan pengusaha perikanan. Kalau tidak dicabut, DPR akan minta Presiden yang mencabut atau mengevaluasi PP No.85 itu. Apalagi menguntungkan pengusaha besar,” demikian Ketua Umum DPP PKB itu.
Hal itu disampaikan Gus Muhaimin saat menerima puluhan nelayan dan pengusaha perikanan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan dan pengusaha perikanan Samudera Bestari. Tampak Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Djohan dan dihadiri antara lain Raymond, Jimmy, H. Marzuki Yazid, Alfan, H. Hasbullah. H. Alwi, Ahwat, H Hamdan, James Than, Alex, Solah daulay, Denny Indrajaya, Budhy Fantigo, Imam Kedarisman, Eko Susanto, dan lain-lain.
Lebih lanjut Gus Muhaimin mengatakan pada prinsipnya DPR sudah mencatat dan pasti akan menindaklanjuti semua aspirasi para nelayan dan pengusaha perikanan ini. DPR berharap dalam waktu dekat akan ada perubahan dari PP No.85 tahun 2021 tersebut. “Bahkan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pernah mempertanyakan apa kepentingan Kementerian KP dengan manargetkan pemasukan melalui PNBP yang besar itu, sementara APBN kita tidak mengandalkan dari kelautan dan perikanan,” jelasnya.
Sebelumnya para nelayan dan pengusaha perikanan tersebut menyampaikan keberatannya atas PNBP dari PP Np.85 tahun 2021 tersebut, yang jusru menyulitkan mereka dan menguntungkan pengusaha besar asing atau luar negeri. Bahkan kata James, PP No. 85 dan PNPP itu membuat nelayan dan pengusaha perikanan terancam bangkrut dan berhenti beroperasi karena PNPP yang terlalu besar, naik 10 kali lipat dibanding sebelumnya.
“Apalagi kita diminta ekspor hanya dari satu Pelabuhan di Ambon dengan system kuota dan konsorsium. Aturan itu seharusnya untuk pengusaha besar, konglomerasi, bukan kami pengusaha kecil. Apalagi tiap tahun terus naik hinga 40 persen. Apakah sampai tahun 2024 akan terus naik meskipun berganti rezim? Adanya VMS pun justru menjadikan kami jadi bulan-bulanan aparat dan kalau keluar dari VMS (Vessel Monitoring System) itu kena sanski Rp8 juta per hari,” kata dia kecewa.
Karena itu, James dan kawan-kawan siap turun ke jalan untuk memperjuangkan pencabutan PP No.85 tersebut. Bahkan sampai mati sekalipun. “Apakah kawan-kawan nelayan siap untuk mati demi pencabutan PP 85 ini?” tantang James. Yang hadir pun menjawab,”Siap”. Namun, sebelum turun ke jalan pihaknya akan menggugat atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena PP No.85 ini sama dengan ‘membunuh’ nelayan dan pengusaha kecil perikanan.
Yang pasti, PP itu seolah Menteri KP tidak melihat kondisi nelayan di lapangan. Lebih sadis lagi kata Marzuki Yazid masih banyak peraturan mulut (Permut) dan Permut ini mengalahkan Permen (Peraturan Menteri). “Jadi, kami minta Gus Muhaimin dan Komisi IV DPR untuk memperhatikan keberatan nelayan dan pengusaha perikanan yang terancam mati ini,” ungkapnya.