Money Politics hanya Bisa Diatasi dengan Digitalisasi Pemilu

oleh

JAKARTA, -REPORTER.ID – Sistem pemilu serentak yang semula diharapkan akan efisien anggaran, waktu, mekanisme dan pembiayaan lainnya ternyata terbantahkan. Karena terbukti anggaran pemilu terus meningkat, money politics, transaksional suara makin merajalela dan sebagainya, maka solusinya adalah pemilu secara online atau digitalisasi.

“Kami di Komisi II DPRI terus memperjuangkan agar pemilu itu berkualitas dan berbiaya murah. Itu bisa dilihat dari hasil rapat-rapat komisi dengan KPU, Bawaslu, DKPP, Kemendagri dan pihak-pihak trkait,” tegas anggota Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin.

Hal itu disampaikan politisi Golkar itu dalam dialektika demokrasi bertajuk “Evaluasi Sistem Pemilu” bersama Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) Gede Pasek Suardika dan Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut, Karyono Wibowo di Gedung DPR RI Senayan Jakarta, Kamis (4/11/2021).

Seperti diketaui anggaran pemilu 2024 mencapai sekitar Rp86 tliun dan pilkada Rp26 triliun.

Menurut Zulfikar, semua itu Kembali pada partai atau aktornya. Baik sjak pendidikan politik, proses rekrutmen caleg, manejemen dan sebagainya yang harus diperbaiki. “Kalau perlu yang terbukti melakukan money politik partainya dibubarkan saja,” ungkapnya.

Untuk pemilu murah, berkualitas, transparan dan akuntabel satu-satunya jalan adalah digitalisasi. Sebagaimana aplikasi pedululindungi.id kata Gede Pasek, itu bisa dilakukan. Yang menjadi pertanyaan; apakah partai politik besar mau melakukan itu? “Jadi, kuncinya itu di parpol besar,” ujarnya.

Pasek menambahkan, digitaliasi pemilu itu akan mempermudah, mempermurah, transparan dan meningkatkan kuaitas pemilu itu sendiri. Sebaliknya kalau manual seperti sekarang ini tetap saja akan ada money politics, dan transaksional suara itu terjadi sejak sebelum pencoblosan.

“Transaksi misalnya ada bagi-bagi uang, sembako, dan semacamnya. Disusul setelah pencoblosan ada transsksi dari TPS hingga suara hasil pemilu itu hingga sampai ke KPU Pusat. Maka wajar, banyak kader partai yang sudah kerja keras dikalahkan dengan pendatang baru yang bawa uang sekoper,” jelas Pasek.

Sementara itu Karyono mengakui kalau money politics itu bisa menaikkan popularitas dan elektabilitas politik di masyarakat. Sebab, hasil surveinya membuktikan; dimana seorang calon kepala daerah yang semula tidak dikenal masyarakat, tapi dengan membagi-bagi sembako, uang, dan lain-lain, tidak lama kemudian popularitasnya naik dan terpilih.

“Itu survey yang dilakukan di berbagai daerah. Jadi, makin lama trend money politics itu terus meningkat. Karena itu, system pemilu ini harus dievaluasi, disesuaikan dengan kearifan lokal, sistem politik dan pemrintahan Indonesa sendir,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *