JAKARTA, REPORTER.ID – Anggota Komisi II DPR RI dari FPDIP Muhammad Rifqinizamy Karsayuda dan Anwar Hafid dari Fraksi Demokrat berharap KPU menetapkan jadwal pemilu pada tanggal 21 Februari 2024 sebelum pelaksanaan ibadah puasa dan Idul Fitri 2024.
“Kewenangan untuk menetapkan jadwal pemilu memang ada di KPU. Tentu kewenangan itu setelah menimbang dan mengkajisecara matang serta komprehensif. Bahwa, pertimbangan DPR tanggal 21 Februari itu jauh lebih efektif dibanding 15 Mei, tapi keputusan KPU tetap harus dikonsultasikan dengan DPR dan pemerintah, ” kata Rifqinizamy.
Hal itu disampaikan politisi PDIP asal Kalimamtan Selatan itu, dalam dialektika demokrasi ‘Otak Atik Penetapan Jadwal Pemilu 2024 Ada Apa?” bersama H. Anwar Hafid (Fraksi Demokrat), komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Emrus pakar komunikasi politik UPH/Direktur Eksekutif Emrus Corner di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (18/11/2021).
Selain itu lanjut Rifqinizamy, agar ada jeda waktu antara pileg dan pilkada. Termasuk penyelesaian sengketa hukum pidana di Mahkamah Konstitusi (MK). Baik semgketa di tingkat provinsi, kabupaten maupun kota. “Kalau diundur, saya khawatir banyak kasus pemilu tidak selesai, dan berdampak pada cacat administrasi dan lain-lain,” ungkapnya.
Juga, terkait pemenang pilpres yang harus 50 persen plus satu, yang butuh proses perhitungan dengan penuh kehati-hatian. Sehingga jika digelar pada bulan Mei, Rifqinizamy khawatir pengitunganya terburu-buru semata untuk mengejar pelantikan presiden dan wapres terpilih pada 20 Oktober 2024.
Yang terpenting kata Rifqinizamy, semua harus memghindari kampanye di bulan suci Ramadhan. “Pada bulan itu khususnya umat Islam, tidak boleh terganggu oleh kampanye politik dan tetap khusyu’ serta khidmat dalam menjalankan ibadah. Jangan sampai juga ada kampanye politik identitas, memanfaatkan isu-isu agama untuk kepentingan politik,” jelas dia.
Anwar Hafid juga sepakat dengan sikap PDIP, agar pemilu tetap tanggal 21 Februari, sebelum bulan Ramadhan. Sehingga pelaksanaan ibadah puasa tetap khusyu’ tidak terganggu dengan berbagai isu politik, juga pemilu akan lebih berkualitas dan akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas.
KPU sendiri kata I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, mengapresiasi DPR dan pemerintah yang selama ini sudah melakukan koordinasi dan konsultasi terkait tahapan pemilu tersebut. “Menyadari pemilu itu agenda nasional yang strategis, KPU pasti mempertimbangkan setiap tahapan pemilu itu dengan matang dan kajian yang komprehensif. Termasuk pertimbangan dari pemerintah, DPR dan masyarakat,” ungkapnya.
Menurut Raka Sandi, KPU dalam menjalankan tugasnya tetap berpegang pada ketentuan UU meski dengan menghormati aspirasi berbagai pihak. Baik terkait regulasi, teknis pelaksanaan dan lain-lain agar pemilu ini melibatkan partisipasi besar masyarakat dalam berdemokrasi, yang akan dilanjutkan dengan pilkada serentak 2024. “Penetaan tanggal pemilu memang penting, dan 21 Februari ini lebih awal jika dibandingkan dengan pemilu 2019. Presiden sendiri minta KPU mengkaji secara matang bersama Kemendagri dan DPR. Saya kira tak terlalu aka nada keputusan,” jelas Raka Sandi.
Sementara itu, Emrus berharap sama, pemilu itu dilakukan sebelum Ramadhan untuk menghindari politiks identitas dan SARA. Sehingga kampanye itu bertarung ide dan gagasan untuk membangun NKRI ke depan. “Semua harus komitmen menghindari politik sempit,” tuturnya.
Karena itu, jika KPU nantinya cenderung berpihak pada partai politik tertentu, berarti yang gagal adalah DPR, karena uji kelayakan dan kepatutannya oleh DPR RI. “Makanya orang yang menjadi pejabat itu mesti selesai dengan kepentingan dirinya, kecuali untuk kepentingan bangsa dan negara,” harap Emrus.