HOT ISU PAGI INI, LUAR BIASA, MK HAPUS PRESIDENTIAL THRESHOLD, DUA HAKIM MK, ANWAR USMAN DAN DANIEL YUSMIC FOEKH AJUKAN DISSENTING OPINION

oleh
oleh

Ketua MK Suhartoyo (net)

 

Isu menarik pagi ini, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus presidential threshold pada UU Pemilu,  yakni Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dengan keluarnya putusan ini, ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional tidak berlaku lagi. Nantinya partai politik memiliki peluang lebih besar untuk mengusung capres dan cawapres sendiri. Berikut isu selengkapnya.

 

1. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus presidential threshold pada UU Pemilu,  yakni Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dari 9 hakim MK, dua diantaranya yang mengajukan pendapat berbeda atau dissenting opinion yakni Anwar Usman dan Daniel Yusmic Foekh. “Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis (2/1).

“Menyatakan norma Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” imbuh Suhartoyo.

MK menilai, presidential threshold sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, serta hak politik dan kedaulatan rakyat. “Rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.

Saldi Isra menyebut, Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur ambang batas pencalonan bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, sekaligus melanggar moralitas. “Melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang intolerable, serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945,” ujarnya.

 

2. Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan, merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945, pengusulan capres-cawapres oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu merupakan hak konstitusional parpol. Dalam konteks itu, MK menilai, gagasan penyederhanaan parpol dengan menggunakan hasil pemilu DPR RI sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai untuk mengusulkan capres-cawapres merupakan bentuk ketidakadilan.

“Selain itu, dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR sebelumnya, disadari atau tidak, partai politik baru yang dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu serta-merta kehilangan hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” kata Saldi Isra. Dalam batas penalaran yang wajar, ujarnya, MK memandang presidential threshold dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 menutup dan menghilangkan hak konstitusional parpol untuk mengusulkan capres-cawapres. Terutama, partai politik yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya.

Saldi menyampaikan, penerapan angka ambang batas minimal persentase tersebut terbukti tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu. Di sisi lain, penetapan besaran atau persentasenya dinilai tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat. “Dalam konteks itu, sulit bagi partai politik yang merumuskan besaran atau persentase ambang batas untuk dinilai tidak memiliki benturan kepentingan,” imbuh Saldi.

 

3. Ambang batas pencalonan presiden dinilai membatasi pilihan rakyat untuk memilih calon pemimpin. Sebab, dengan presidential threshold, tidak semua warga negara bisa mencalonkan diri.  “Hal ini berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden,” kata Saldi Isra lagi.

Selain itu, MK berpandangan, presidential threshold berpotensi melahirkan dua pasangan calon presiden dan wakil presiden. Padahal, kata Saldi, pemilu yang hanya diikuti dua pasangan calon bisa membelah masyarakat, menciptakan polarisasi, dan mengancam kebhinekaan Indonesia.

Mahkamah menilai, mempertahankan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden berpeluang menghalangi rakyat mendapat calon presiden dan wakil presiden yang benar-benar diinginkan. “Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi, yaitu menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai perkembangan demokrasi,” sebut Saldi.

 

4. MK berpandangan jika ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dipertahankan dalam sistem pemilihan, maka pemilihan presiden bisa saja mengarah pada calon tunggal. Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, ambang batas pencalonan presiden menyebabkan kecenderungan agar setiap pemilu bisa menghadirkan dua pasangan calon saja. “Setelah mempelajari secara saksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, terbaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat dua pasangan calon,” ucap Saldi.

Padahal, kata dia, pengalaman sejak penyelenggaraan pilpres secara langsung menunjukkan bahwa dua pasangan calon akan menjebak masyarakat dalam polarisasi. Haltersebut, jika tidak diantisipasi, akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia. “Bahkan, jika pengaturan tersebut terus dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal,” ucapnya.

 

5. MK mebetapkan lima poin pedoman rekayasa konstitusional atau constitutional engineering, menyusul dihapusnya ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua, pengusulan pasangan capres-cawapres oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional. Ketiga, dalam mengusulkan pasangan capres-cawapres, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi, sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan calon serta terbatasnya pilihan pemilih.

Keempat, parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan capres-cawapres dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya. Kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian (concern) terhadap penyelenggaraan pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

 

6. Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan Daniel Yusmic Foekh menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan MK nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 yang menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold yang selama ini tertuang dalam Undang-Undang Pemilu. Anwar dan Daniel menilai, para pemohon yakni empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga tidak mempunyai kedudukan hukum dalam permohonan yang mereka ajukan.

“Kami berpendapat bahwa Mahkamah seharusnya menyatakan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan oleh karenanya permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” tulis Anwar dan Daniel yang dikutip dari salinan putusan, Kamis (2/1). Anwar dan Daniel berpandangan para pemohon tidak punya kedudukan hukum karena berstatus sebagai mahasiswa.

Anwar dan Daniel menilai, keempat pemohon mesti membuktikan kerugian konstitusi yang mereka alami dengan mengajukan judicial review atas ketentuan presidential threshold. “Untuk menentukan dan menilai apakah pihak dalam permohonan pengujian undang-undang memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon atau tidak, maka pihak tersebut harus dapat menjelaskan kualifikasi dan kerugian konstitusional yang dialami oleh berlakunya suatu undang-undang,” tulis mereka.

 

7. Menko bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah menghormati putusan MK yang menghapus persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold). “Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK adalah putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat (final and binding),” kata Yusril melalui keterangan tertulis, Jumat (3/1).

Ia menegaskan semua pihak termasuk pemerintah terikat dengan putusan MK tanpa dapat melakukan upaya hukum apa pun. Pemerintah, kata dia, menyadari permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir dikabulkan. Pemerintah, lanjut Yusril, melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu dibanding putusan-putusan sebelumnya.

“Namun, apa pun juga pertimbangan hukum MK dalam mengambil putusan itu, pemerintah menghormatinya dan tentu tidak dalam posisi dapat mengomentari sebagaimana dapat dilakukan para akademisi atau aktivis. MK berwenang menguji norma Undang-undang dan berwenang pula menyatakannya bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tegas Yusril.

 

8. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan Presiden merupakan kabar gembira bagi demokrasi Indonesia. “Tentu kabar gembira bagi perkembangan demokrasi kita. Putusan bersifat final dan mengikat,” ujarnya, Kamis (2/1). Zulhas menyatakan, PAN menghormati dan menerima putusan MK. “PAN menghormati dan menerima putusan MK yang sudah berkali-kali digugat oleh masyarakat,” ujar Zulhas.

Waketum PAN Saleh Daulay menilai, ketentuan presidential threshold yang berlaku selama ini tidak adil. Sebab, banyak hak konstitusional warga negara yang diabaikan dan dikebiri oleh ketentuan presidential threshold. “Kalau pakai PT, itu kan artinya tidak semua warga negara punya hak untuk jadi presiden. Hanya mereka yang memiliki dukungan politik besar yang bisa maju. Sementara, untuk mendapat dukungan politik seperti itu sangat sulit,” kata Saleh.

Saleh menyebut, Indonesia punya banyak calon pemimpin nasional yang layak diandalkan. Mereka tersebar di kampus-kampus, bekerja sebagai profesional, aktivis ormas, NGO, dan lain-lain. Mereka tidak terpikir untuk maju sebagai capres atau cawapres karena tidak memiliki modal dasar dan pengalaman menjadi pengurus partai politik.  “Dengan keputusan MK ini, semua pihak diharapkan dapat duduk bersama untuk merumuskan sistem pilpres kita ke depan. Yang jelas, kita harus mengupayakan agar seluruh rakyat punya hak yang sama untuk mencalonkan dan dicalonkan,” kata Saleh lagi.

 

9. Ketua DPP PDIP Said Abdullah menegaskan, partainya sepenuhnya tunduk dan patuh terhadap putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024. “Sebagai bagian dari partai politik, kami sepenuhnya tunduk dan patuh terhadap putusan MK karena putusan ini bersifat final dan mengikat,” ujarnya dalam siaran persnya, Kamis (2/1) menanggapi putusan MK yang mengabulkan pengujian pasal 222 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. “Menyikapi hal ini, kami akan menjadikan pertimbangan dari putusan MK sebagai pedoman dalam pembahasan revisi UU Pemilu yang nantinya akan dilakukan antara pemerintah dan DPR,” jelas Said.

Ketua Banggar DPR ini menekankan, semangat dari pembahasan Pasal 222 dalam UU Pemilu adalah untuk memperkuat dukungan politik di DPR terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terpilih. “Dengan dukungan yang kuat dari DPR, maka program kebijakan, anggaran, dan legislasi yang diajukan oleh presiden dan wakil presiden terpilih akan berjalan lancar,” ucapnya. Dengan terbitnya putusan tersebut, Said menegaskan, PDIP akan segera melaksanakan perekayasaan konstitusional yang diperintahkan MK.

 

10. Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) bersyukur MK menghapus presidential threshold. HNW menyebut PKS mendukung keputusan MK itu meskipun terlambat. “Iya, dan kami mendukung keputusan MK tersebut sekalipun terlambat. Setelah banyak pihak termasuk PKS mengajukan JR terkait PT 20 persen, Alhamdulillah akhirnya MK mengabulkan juga,” ujar HNW, Kamis (2/1). PKS menyambut baik dan mendukung keputusan MK tersebut.

Menurut HNW, meski jumlah capres dan cawapres berpotensi lebih banyak, itu jauh lebih demokratis dan sesuai konstitusi. “Ketimbang hanya 2 atau 3 pasangan seperti dalam Pilpres 2014-2024 semenjak diberlakukannya PT 20 persen, yang menghadirkan pembelahan dan pembatasan capres/cawapres yang berkualitas,” tuturnya. HNW menyarankan agar MK juga konsisten dengan menghapus angka threshold di kontestasi pilkada.

 

11. Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengapresiasi penghapusan presidential threshold. “Putusan ini luar biasa. Ini pertama kali mk memutuskan sesuatu yang sesuai dengan UUD 1945 terkait pencalonan presiden,” kata Feri, Kamis (2/1). Menurutnya, berdasarkan Pasal 6 ayat 2 UUD 1945, MK sudah sepantasnya menghapus presidential threshold karena tidak diatur dalam UUD 1945.

Feri menjelaskan, penghapusan presidential threshold bisa membuka persaingan yang sehat dalam pencalonan presiden. “Partai-partai akan berupaya mencari figur paling mumpuni dan preferensinya disukai oleh publik untuk jadi calon presiden,” tuturnya. Karenanya, putusan MK ini bisa menjadi hal baik bagi demokrasi Indonesia di masa depan. Untuk mewujudkannya, perlu partisipasi dan kesadaran publik dalam melindungi niat baik dari MK.

 

12. Perludem menyebut, penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) oleh MK adalah tonggak baru dalam demokrasi Indonesia. Sebab, setiap partai politik memiliki hak setara untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Perludem optimis putusan MK ini menghapus presidential threshold adalah jalan bagi terciptanya demokrasi yang lebih sehat, kompetitif, dan inklusif di Indonesia.

“Penghapusan presidential threshold adalah tonggak baru dalam demokrasi Indonesia. Langkah ini diharapkan tidak hanya memperkuat prinsip kesetaraan, tetapi juga membuka ruang kompetisi politik yang lebih adil dan inklusif, menghindarkan masyarakat dari polarisasi, dan memperluas alternatif pilihan bagi rakyat Indonesia,” kata Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil dalam keterangannya, Kamis (2/1).

Ia menilai putusan MK tersebut bisa diimplementasikan melalui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2025 di DPR. ‘’Pemerintah, DPR, KPU, dan seluruh pemangku kepentingan harus memastikan perubahan aturan ini dapat diintegrasikan ke dalam sistem pemilu yang diakomodasi melalui revisi undang-undang pemilu,” kata Ramadhanil.

 

13. Partai Buruh menyatakan kesiapannya untuk mencalonkan capres sendiri pada Pilpres 2029. Pernyataan ini disampaikan Presiden Partai Buruh Said Iqbal merespons putusan MK yang menghapus presidential threshold 20 persen. “Hari ini, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa presidential threshold adalah 0 persen atau dihapus. Dengan ini, pada Pemilu 2029, Partai Buruh bisa mengajukan calon presiden sendiri tanpa harus berkoalisi dengan partai politik lain,” ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Kamis (2/1).

Said Iqbal menekankan, putusan MK bersifat final dan mengikat, termasuk bagi Pemerintah dan DPR. Ia menegaskan, Pemerintah dan DPR tidak dapat “menghidupkan” kembali pasal tersebut atau melakukan revisi yang melanggar putusan MK. “Keputusan ini menjadi tonggak penting bagi demokrasi Indonesia, karena mengembalikan kedaulatan kepada rakyat,” tegas nya.

 

14. Mantan Capres 2024 Anies Baswedan mengatakan, putusan MK yang menghapus aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) merupakan kado awal tahun 2025 untuk perbaikan kualitas demokrasi di Indonesia. “Inilah yang menjadi harapan rakyat. Sehingga putusan ini menjadi kado tahun baru dari Majelis Hakim MK,” ujar Jubir Anies Baswedan, Sahrin melalui pesan singkat, Kamis (2/1). Sahrin menuturkan, putusan MK ini memperbaiki kualitas demokrasi di Indonesia karena ketentuan presidential threshold membatasi rakyat untuk memperoleh pemimpi yang lebih baik.

Sahrin menyebutkan, dengan putsan ini, MK telah meminimalisir cengkeraman kartel politik dan oligarki pilpres di masa depan. Ia menilai akan ada potensi kepemimpinan bangsa yang akan tumbuh dan berkembang bagi seluruh potensi anak bangsa yang memiliki kualitas. “Sistem pilpres yang demokratis harus didukung dengan netralitas aparat negara. Olehnya itu, netralitas negara harus tetap menjadi prioritas agar pilpres jurdil dapat tercapai,” kata Sahrin.

 

15. Pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Angraini menyatakan, revisi UU Pemilu mesti berpedoman pada putusan MK yang menghapus ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Revisi UU Pemilu ini diketahui telah masuk dalam Prolegnas 2025 DPR-RI. “Putusan MK hari ini harus menjadi pedoman bagi pembentuk undang-undang, presiden, ataupun DPR,” kata Titi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1).

Titi menegaskan, pemerintah dan DPR jangan mencoba melakukan distorsi terhadap putusan tersebut. Ia mengingatkan, masyarakat akan melawan apabila DPR mengutak-atik putusan MK seperti yang terjadi ketika DPR merevisi UU Pilkada agar tak sesuai putusan MK “Kita harus belajar dari peringatan darurat ketika parlemen mencoba membonsai putusan MK; perlawanan masyarakat luar biasa,” ujarnya. Titi berharap besar kepada Presiden Prabowo Subianto untuk mengawal putusan MK ini dengan baik. “Kami berharap Presiden Prabowo menjadi yang paling depan untuk menegakkan putusan MK nomor 62 tahun 2024,” kata Titi lagi. (Harjono PS)