PEMBANGUNAN DAN STABILITAS DI WILAYAH TANAH PAPUA (WTP) BUTUH PENDEKATAN KEBIJAKAN MELALUI ANTROPOLOGI-BUDAYA

oleh
oleh

Mantan Gubernur Irian Jaya, Freddy Numberi (net)

 

Oleh : Ambassador Freddy Numberi

Mantan Gubernur Irian Jaya

 

Presiden RI pertama, Soekarno (Bung Karno), mengatakan: “Bangsa Indonesia di masa depan harus bersatu dalam realitas yang berbeda, baik ras, suku, agama, justru akan menumbuhkan gairah nasionalisme atas nama bangsa dan negara.” (Sulaiman Effendi, 2014: hal. 171)

1. Pendahuluan

Bung Karno benar, karena itu percepatan pembangunan di Wilayah Tanah Papua (WTP) butuh pertimbangan pendekatan kebijakan antropologi-budaya semata. Kata-kata Bung Karno benar, makna yang sangat dalam bagi pembangunan di Indonesia, baik di masa sekarang maupun di masa depan.

Hal ini berkaitan dengan Tim Percepatan Pembangunan di WTP selalu GAGAL, Karena WTP memiliki masalah yang kompleks, tidak seperti provinsi lain di Indonesia. WTP kalau dilihat aspek kesulitan secara geografis, maupun dukungan logistik untuk percepatan pembangunan, maupun adanya gangguan akan sangat menghambat jalannya percepatan pembangunan di seluruh Wilayah Tanah Papua.

2. Pembahasan

Kompleksitas permasalahan ini selalu menjadi pertimbangan Pemerintah RI untuk melakukan percepatan pembangunan di WTP ini: BUKAN KEBIJAKAN DARI ASPEK ANTROPOLOGI DAN BUDAYA WTP. Makanya selalu gagal, sejak 1 Mei 1962 sampai dengan saat ini tahun 2025.

Seperti kita ketahui ada 7 wilayah budaya, dan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan lainnya. Makanya strategi kebijakan pendekatan seharusnya melalui antropologi-budaya, bukan dengan menggelontorkan uang sebanyak mungkin. Ini hal yang menjadi KORUPSI merajalela di WTP.

Para ahli strategi geopolitik telah lama mengamati jalannya pembangunan di WTP selalu gagal, karena tidak ada kebijakan pendekatan dengan strategi yang tepat. Strategi yang tepat dalam hal percepatan pembangunan di WTP harus bersifat, sebagai berikut: a. Tematik: Tema, yang pegunungan itu berbeda dengan masyarakat di pantai/pesisir;

  1. Holistik: Menyeluruh, percepatan pembangunan itu dirasakan oleh semua Orang Asli Papua (OAP);
  2. Integratif: Integrasi Program Percepatan Pembangunan di Wilayah Tanah Papua (WTP) antara pusat dan daerah;
  3. Spasial: Tata Ruang, antara pegunungan dan masyarakat pantai itu berbeda;
  4. Berkelanjutan: Percepatan Pembangunan di WTP harus bisa berlanjut di masa depan, yang penting OAP itu sejahtera (Sekolah gratis, pengobatan gratis dll). Sustainable Development Goals (SDG’s) telah Indonesia sepakati sampai dengan 2030, mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan antara provinsi di Indonesia, dan melindungi lingkungan untuk percepatan pembangunan di Indonesia pada masa depan.

3. Penutup

Kedepan diharapkan kebijakan Percepatan Pembangunan di Wilayah Tanah Papua (WTP) harus berdasarkan kondisi nyata serta sesuai karakteristik wilayah budaya masing-masing.

Terutama masalah-masalah yang dihadapi antara masyarakat pegunungan jelas berbeda dengan masyarakat Papua yang ada di pantai/pesisir. Strategi tematik, holistik, integratif, spasial dan berkelanjutan harus dilaksanakan secara bijak, benar, terukur dengan pola pendampingan dari pusat yang tepat oleh para konsultan yang profesional.

Baru percepatan pembangunan di WTP berhasil dibawah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran. Presiden RI keempat, Gus Dur, Sang Bapak Pluralisme dan Demokrasi Indonesia, berkata : “Pluralisme harus berintikan semangat memaklumi segala perbedaan, untuk kebaikan dan kemajuan bersama.” (M.Hamid, 2014: hal.78) (Penulis adalah  Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi, mantan Gubernur Irian Jaya, mantan Dubes Italia merangkap Malta dan Albania, mantan Menhub, mantan Menteri Perikanan dan Kelautan, mantan Menpan-RB).

Jakarta, 13 Oktober 2025