Bisakah Orang yang Sudah Meninggal Jadi Tersangka?

oleh
oleh

Oleh Muchyar Yara

Sebenarnya saya sudah agak enggan membahas masalah-masalah yang terjadi di sekitar kita akhir-akhir ini. Tetapi kejadian ini mendorong saya untuk membahasnya karena sudah amat sangat aneh bin ajaib. Pada Rabu (3/3) kemarin, beberapa media online memberitakan bahwa Bareskrim Polri telah menetapkan ke-6 laskar FPI yang tewas di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek sebagai tersangka. Bareskrim Polri tetap menjerat mereka dengan pasal dugaan penyerangan meskipun sudah meninggal dunia.

Penetapan ini benar-benar sangat aneh bahkan absurd di bidang penegakan hukum. Karena menurut doktrin hukum yang diakui oleh seluruh bangsa yang beradab di dunia, bahwa sebuah kasus hukum (pidana) akan gugur atau terhenti jika tersangkanya atau tertuduhnya meninggal dunia dan kasus hukum tersebut ditutup.

Tetapi kini, di Indonesia justru sebaliknya. Muncul sebuah kasus hukum di mana yang jadi tersangkanya justru orang-orang yang sudah meninggal dunia.  Pertanyaannya, bagaimana caranya polisi sebagai penyidik memeriksa para tersangka yang sudah meninggal itu? Pastinya para tersangka tersebut tidak akan hadir setelah dipanggil beberapa kali.

Apakah penyidik tersebut harus menyusul para tersangka yang sudah meninggal tersebut ke dalam kubur untuk memeriksanya?  Kalaupun sudah menyusul ke kubur, apakah yang ditanyai adalah mayatnya atau tulang belulang para tersangka tersebut? Kemudian umpamanya saja perkara ini diterima oleh Jaksa (P-21), maka polisi harus menyerahkan berkas penyidikan perkaranya sekaligus menyerahkan para tersangkanya. Apa yang akan diaerahkan oleh polisi?

Apakah polisi akan meyerahkan arwah atau tulang belulang para tersangka? lebih lanjut lagi jika perkara ini disidangkan ke pengadilan, maka siapa tertuduh yang diperiksa oleh pengadilan? Apakah arwah para tertuduh itu? Namun jika karena ketakutan pihak-pihak penegak hukum atas “tekanan” pihak tertentu agar perkara ini  berjalan terus sampai kepengadilan, maka perkara ini akan menjadi pelecehan dahyat terhadap penegakan hukum dan akan menjadi lelucon terbesar abad ini.

Dan itu terjadinya di Indonesia. Apakah kalangan profesi hukum di Indonesia : dosen, advokat, dan sebagainya akan diam saja atau tidak berkomentar?

Berawal dari keanehan pertama yaitu setelah 3 bulan terjadi kematian akibat pembunuhan , Komnas HAM menyimpulkan sebagai ‘’unlawful killing’’ atau tidak ada tersangka yang resmi diperiksa sebagai pelaku pembunuhan, kini tiba-tiba muncul keanehan yang lebih dahayat lagi, yaitu korban yang sudah mati menjadi tersangka pelaku pembunuhn terhadap diri mereka sendiri.

Mohon maaf jika sebagai penutup saya bertanya, apakah di Bareskrim Polri tidak ada yang paham tentang Criminal Justice System?.kKalau memang tidak ada, maka keberadaan dan kewenangan Bareskrim Polri sebagai instansi penyidik kriminal perlu dievaluasi kembali. (Muchyar Yara, Advokat/ Mantan Dosen FHUI)

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *