Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi
Oleh : Laksamana Madya TNI (Purn) Freddy Numberi
Pada abad ke-21 dewasa ini hubungan internasional memiliki karakteristik yang berbeda dengan abad sebelumnya. Karakteristik ancaman, aktor bahkan tujuan akhir kepentingan (interest) setiap negara berbeda. Kepentingan ekonomi pada abad ke-21 lebih menonjol dan setiap negara di dunia berlomba agar diplomasi ekonominya berhasil, untuk menopang kemampuan kemandirian negara (Self Sustained State) tersebut.
Indonesia sendiri memiliki beberapa tantangan internal dan eksternal khususnya berkaitan dengan Tanah Papua, meliputi : 1. Konflik internal yang sudah berlangsung lama sejak 1 Mei 1963 – 1 Mei 2023 (60 tahun). 2. Bagi pemerintah Indonesia Otonomi khusus merupakan jalan tengah untuk memperoleh legitimasi dari Orang Asli Papua. 3. Otonomi khusus bagi Provinsi Papua sesuai UU nomor 2 Tahun 2021, belum dapat juga mengentaskan kemiskinan di Tanah Papua, karena melenceng dari ruh desentralisasi yang seharusnya. Contoh konkrit adalah Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2021 masalah kewenangan yang diberikan kepada Provinsi Papua. Pada pasal tersebut masih ada frasa, serta kewenangan tertentu di bidang lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ini adalah pasal karet yang harus diamandir.
4. Wabah korupsi yang merajalela baik di pusat maupun di daerah karena dana Otsus cukup besar. 5. Ekonomi Kerakyatan Orang Asli Papua (OAP) sesuai karakteristik lokal yang ada pada 7 Wilayah Budaya di Tanah Papua tidak jalan sebagaimana mestinya. Hal itu sesuai dengan amanat Resolusi PBB 2504 (XXIV), tanggal 19 November 1969. 6. Penegakan hukum juga belum berjalan sebagaimana mestinya. 7. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) bagi Orang Asli Papua (OAP) juga belum berhasil dengan baik.
Tantangan eksternal Indonesia berkaitan dengan Tanah Papua hanya satu, yaitu bagaimana meredam isu pelanggaran HAM berat di Tanah Papua yang disuarakan negara-negara internasional, baik di Pacific Island Forum (PIF), Eropa, AS maupun di PBB. Karena di PBB sendiri ada agenda tahunan yang membahas masalah pelanggaran HAM yang terjadi diseluruh dunia. 2/3 Tanah Papua adalah bagian integral Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), namun perkembangannya sangat tertinggal dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Akibatnya masyarakat OAP merasa tidak puas dan merasa diperlakukan tidak adil dan berbeda dengan saudara-saudaranya di Nusantara. Pemerintahan Presiden RI H. Ir. Joko Widodo terus melakukan segala upaya agar Tanah Papua tetap menjadi bagian integral NKRI. Secara de jure koloni Nieuw Guinea (Irian Barat) sesuai prinsip internasional uti possidetis juris bagian integral Indonesia sesuai Resolusi PBB 2504 (XXIV), tanggal 19 November 1969 (John Saltford, 2003:hal.8). Pesan utama Presiden Jokowi adalah menciptakan kedamaian, pembangunan ekonomi kerakyatan dan keadilan sosial bagi setiap OAP di Tanah Papua. Namun hal itu belum tercapai secara maksimal, karena ukurannya adalah “Kesejahteraan Lahir dan Bathin” bagi seluruh masyarakat OAP.
Selanjutnya untuk menjaga gejolak dalam negeri dan meraih kepercayaan OAP terhadap pemerintah Indonesia, maka hubungan bilateral dengan negara-negara yang sering mengkritisi Indonesia perlu diredam dan harus dijaga. Serta penting bagi negara-negara tersebut diberi pemahaman yang lebih baik tentang situasi di Papua. Parlemen Indonesia juga ikut menjaga hubungan bilateral dengan negara-negara tersebut dan yakinkan mereka bahwa Papua adalah bagian integral NKRI serta mengundang parlemen mereka yang punya persepektif negatif terhadap Indonesia untuk berbicara secara terbuka.
Khusus untuk negara-negara di Pasifik, Indonesia harus membuka diri dan menjalin relasi baik dengan mereka, karena mau tidak mau OAP adalah bagian dari Ras Melanesia. Secara kultur OAP itu tidak beda jauh dengan mereka yang ada di Pasifik. Sering diangkat sebagai perbedaan Ras Melayu dan Ras Melanesia serta sering dipolitisir perbedaan ini. Indonesia harus membangun hubungan diplomasi yang erat di Melanesian Spear Group (MSG) agar mendukung Indonesia sebagai anggota penuh dalam organisasi tersebut.
Demikian juga Pacific Island Forum (PIF), karena mereka yang selalu menyuarakan pelanggaran HAM berat di Tanah Papua. Harus membangun hubungan yang erat dengan mereka, karena mereka juga sebagai negara anggota PBB memiliki suara di forum PBB. Baik MSG maupun PIF setiap tahunnya membuat laporan tentang pelanggaran HAM berat oleh Indonesia di Tanah Papua. Perlu diingat bahwa Indonesia adalah negara berdaulat sehingga masalah konflik internal di Papua adalah urusan dalam negeri Indonesia. Hal itu sesuai Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949, Protokol II 1977. 3/3. Namun sebagai negara anggota PBB, Indonesia wajib menghormati kedaulatan negara-negara lain sebagai sesama negara anggota PBB, utamanya negara-negara di Pasifik, yang tergabung dalam MSG dan PIF.
Perkembangan politik dan ekonomi di abad ke-21 pada tingkat regional maupun global berada dalam ketidakpastian, karena banyak terjadi gerakan-gerakan internasional maupun nasional di pelbagai belahan dunia. Sebagai contoh, China telah membentuk aliansi kerjasama yang disebut Shanghai Cooperation (SCO) dan merupakan aliansi politik serta keamanan negara yang tersebar sebagian besar di kawasan Eurasia termasuk China, India, Rusia. Pada Desember 2022 yang lalu, Arab Saudi juga menjadi anggota dari SCO.
Ketidakpastian hubungan internasional pendulumnya mulai bergerak ke arah China dan menjadi “momok” tersendiri pada abad ke-21 ini. Aliansi SCO ini merupakan kepanjangantangan Politik Luar Negeri negara-negara yang bersepakat untuk menghadapi Amerika Serikat. (dimodifikasi dari Alex Mintz dan Karl DeRouen Jr. , 2010:hal.127). Aliansi SCO dalam kerjasama keamanan dapat berbentuk Pakta Nonagresi/Netral, Pakta Etente dan Pakta Pertahanan (Bruce Bueno de Mesquita, 2003:h. 489-490). Dengan demikian menjalin hubungan yang baik secara bilateral maupun internasional merupakan suatu keniscayaan bagi Indonesia dewasa ini.
Mochtar Kusumaatmadja mengatakan : “ Politik luar negeri pada hakikatnya, merupakan alat suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya “ (Yanyan Mochamad Yani dan Ian Montratama, Quo Vadis Politik Luar Negeri Indonesia, Jakarta, 2017). Apa kepentingan nasional Indonesia di Tanah Papua ? Agar Tanah Papua dan masyarakatnya Orang Asli Papua menjadi bagian integral dan mencintai NKRI, harus sejahtera lahir dan bathin. Berada sebagai bagian integral NKRI harus bermakna bagi Orang Asli Papua, seperti apa yang dikatakan Prof. Thobby Mutis (Rektor Universitas Trisakti) : “Arti sebagai bangsa dan warga negara Indonesia menjadi kabur manakala dirasakan bahwa menjadi Indonesia hanya sebuah nama tanpa makna” (Freddy Numberi, Papua Kerikil Dalam Sepatu, Jakarta, 2022 : hal.179). (Penulis adalah mantan Dubes Italia dan Malta, mantan Menhub, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, mantan Menteri PAN-RB, mantan Gubernur Papua, dan pendiri Numberi Center).