Gedung dan Koleksi Museum Tekstil Cukup Indah dan Menarik, Namun Pengunjungnya Minim

oleh
oleh
Umbul umbul Cirebon tahun 1776

JAKARTA, REPORTER.ID- Museum Tekstil di Jl KS Tubun No.4, Jakarta Barat gedungnya cukup indah dan bersejarah. Bangunan itu pada zaman perang kemerdekaan menjadi markas BKR (sekarang TNI). Begitu pula koleksinya berupa kain batik dan tenun tradisional cukup antik dan artistik. Namun jumlah pengunjungnya awal tahun 2021 masih minim. Tercatat Sabtu (2/1/2021) 8 orang, Minggu (3/1/2021) hanya 5 orang. Data tersebut dari laporan Bendahara Pembantu Yusmaniar kepada Kepala UP Museum Seni Esti Utami 3 Januari 2021.
Selama tahun 2020 jumlah pengunjung Museum Tekstil sekitar 8.300 orang atau tepatnya 8.298 orang.
Sementara tahun 2019 sekitar 38.000 orang lebih, atau akuratnya 38.087 orang. Jadi tahun ini jumlah pengunjungnya anjlok menjadi sekitar 22% nya.
Menurut pengamat budaya dan pariwisata Jakarta H Abu Galih, Senin (4/1/2021), hal itu wajar saja dalam pandemi sekarang ini.
Namun menurut Abu Galih yang sering mengunjunginya sejak tahun 1995, Museum Tekstil termasuk memiliki banyak kelebihan. Di antaranya bangunannya yang didirikan pada abad 19 itu memiliki arsitektonis yang cukup indah. Begitu pula koleksi koleksinya dapat menginspirasi para pengunjung museum yang mengamatinya.
Arealnya juga cukup luas dilengkapi taman yang indah, pohon rindang, dengan lahan parkir yang mampu menampung bis wisata.
Kepala Satuan Pelaksana Informasi dan Edukasi Museum Seni, Ahmad Surya mengakui apa yang dikatakan Abu Galih.
Namun Surya menilai gedungnya yang jauh ke dalam sehingga tak terlihat dari jalan telah menjadi penyebab minimnya pengunjung.
“Mungkin juga kalau Museum Wayang ataupun Museum Seni Rupa dan Keramik di tempat itu pengunjungnya akan kurang,” ujarnya. Sebab akses jalannya tak seenak Kota Tua yang mudah dijangkau dari segala penjuru dengan berbagai moda angkutan.
Walaupun begitu Museum Tekstil menurut Surya cukup berkontribusi dalam edukasi masyarakat pengunjung untuk pengetahuan dan praktik pewarna alami dan batik sebagai warisan dunia tak benda.

Koleksi Master Piece
Sementara Kepala Satuan Pelayanan Museum Tekstil Triyadi Purnomo ketika dihubungi di kantornya Senin (4/1/2021) menjelaskan, di museumnya ada koleksi batik 1.092 lembar dan kain tenun tradisional 1.182 lembar ditambah koleksi alat tenun bukan mesin (ATBM), busana tradisional berbagai etnis serta tanaman pewarna alami.
Yang menjadi unggulan salah satunya adalah Umbul umbul batik dari Cirebon tahun 1776 yang terbuat dari kain kapas berwarna biru kehitaman dengan hiasan kaligrafi Arab, pedang bercabang dan tiga Singa Ali.
Ada koleksi unik yaitu Baju Perang terbuat dari tulang dan buah enau.
“Koleksi ini dari daerah Toraja, Sulawesi Selatan sekitar tahun 2005,” kata Triyadi.
Menurut daftar inventaris museum ini ada koleksi Baju Perang dari Irian Jaya (Papua) yang terbuat dari anyaman rotan dan ada Baju Kulawi yang terbuat dari kulit kayu yang ditempa sampai pipih seperti kain. Baju kulit kayu Kulawi ini memang dari Kulawi, Sulawesi Tengah.
Mengenai bendera atau umbul umbul Cirebon, menurut Triyadi hingga kini belum diketahui mana yang asli apakah yang di Rotterdam Belanda atau yang di.
Museum Tekastil Jakarta. “Itu masih menjadi perbincangan,” tambahnya.
Tetapi yang pasti bendera batij tersebut dibuat di Cirebon. Kemudian pada tanggal 15 Mei 1976 Gusti Kanjeng Puteri Mangkunegara VIII menyerahkan ke Museum Tekstil tersebut di awal berdirinya.
Mengenai museum sebagai destimasi wisata edukasi, Triyadi mengungkapkan selama tahun 2020 tercatat 980 orang pengunjung telah mengikuti workshop batik dan pewarna alami untuk kain dan benang.
Minggu (3/1/2021) Reporter mengunjungi museum tersebut. Memasuki ruang pamer utama di sebelah kanan dipajang kain batik Yogyakarta disebut Ciptoning bermotif tokoh Arjuna saat menjadi Begawan Mintaraga. Di sebelahnya lagi dipajang kain dodot juga gaya Yogyakarta.
Masuk ke ruang tengah dipajang selendang Tanjung Bumi, Bangkalan, Madura. Batik ini berlatar putih berornamen flora berwarna dominan merah maroon.
Yang menarik di sebelah kanan dipajang bendera segi lima dengan dua sisinya memanjang dengan gambar pedang bercabang dan kaligrafi Arab mengandung kalimat Allah.
“Itulah bendera Keraton Cirebon. Tetapi itu duplikatnya. Karena yang asli sudah tua dan disimpan di ruang konservasi museum,” ujar Triyadi.
Di depan bendera hitam ada selendang besure (besurek) Bengkulu berwarna dominan merah. Di ruang itulah diletakkan peralatan batik lengkap dengan wajan dan canting.
Yang menarik lagi, lantai ruangan ini bermotif batik dari ubin kuno yang cukup terawat.
Seorang pelajar yang sedang praktik kerja lapangan (PKL) bernama Endri Irawan dari SMK Laboratorium Indonesia Bogor mengaku kurang tahu jumlah koleksi batik milik museum ini. Namun yang dapat dilihat di ruang pamer utama tersebut hanya sekitar 25 batik.
Yang lebih banyak lagi dapat dilihat di Galeri Batik Indonesia yang gedungnya di sebelah utara gedung utama. Ada 150 kain batik dari tahun 1900 sampai 1980an dari berbagai daerah se Indonesia bahkan negara tetangga.
“Kami bertiga PKL di sini bersama Arfin dan Nazmi sejak pertengahan Desember 2020 selama 2 bulan ke depan. Kami sudah mengikuti workshop batik dan pewarna alam bersama 10 orang pengunjung museum tanggal 26 Desember yang lalu,” pungkas Endri. (PRI).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *